Selasa, 20 Oktober 2009

Semua Harus diperjuangkan Dengan OPTIMISME dan KEIKHLASAN

ini semua tentang kisahku……………

Mimpi dan optimisme mengantarkanku pada sebuah sejarah, kebahagiaan, perenungan dan ketidakpercayaan dengan apa yang telah digariskan Alloh SWT untukku. Subhanallah. Alhamdulillah, Allahuakbar!
Berangkat dari sebuah ide yang ingin kekukembangkan menjadi suatu hal yang nantinya akan bermakna bagi hidupku. Hingga terciptalah “Setetes Air Mata Just For Bunda” yang kini menjadi sebuah makna penting dalam hidupku. Inilah yang mengantarkanku sampai di hiruk pikuk Ibu Kota untuk kali pertama. Merupakan kebahagiaan tersendiri jika melakukan perjalan tanpa mengeluarkan ongkos sedikitpun untuk transportasi.
Berbagai pengalaman yang ingin kuceritakan antaranya:
1. Polusi di Jakarta, bagiku sebuah perenungan tersendiri.
2. Nginep di hotel bintang 4, Hotel Grand Cempaka, Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Ternyata pusing Ya… tiap kali ada kegiatan harus naik turun Lift.
3. Bertemu teman-teman dari penjuru nusantara.
Dari Padang, Medan, Bukit Tinggi, Manokwari, Jakarta, Muntilan, Yogyakarta, Semarang dsb.
4. TMII, akhirnya dapat pula kukunjungi engkau. Meski hanya Dari dalam Bus, Ditempat Parkir dan di pusat souvenir.
5. Masjid Istiqlal, sebenarnya aku pengin masuk. Sometime aku akan solat disitu. Kapan ya?



Terima kasih kepada:
1. Alloh SWT.
2. Ramaku & Biyungku, terima kasih atas uang saku hariannya yang saya gunakan untuk ngrental sana-sini.
3. Kepala SMA N 1 Kebumen yang telah berkenan membuatkan saya surat pengantar untuk persyratan lomba melalui Bu Wati.
4. Bu Fahmi yang menemani saya ke Jakarta…..hehee rhs… Bu.
5. Semua yang mendoakan saya.
6. Triana Rizki Kurniawati, Leka Toeng, Ririn, Asri dll

Semua Orang Bisa Melakukan sesuatu yang ia anggap besar dan mencapai mimpi-mimpi Dengan Optimisme dan Keikhlasan.

Yang jelas katakan pada semua orang “Akan Kuwujudkan Semua Mimpi-mimpiku Meski Dalam Keterbatasan.”

------To Be Continue-----

Senin, 19 Oktober 2009

Mie, My Soul Or My Best Friend?

Tak dapat teringat jelas kapan aku mulai mengenal mie instan. Yang aku tahu sejak aku kecil sudah sering menyantap lezatnya mie instan. Hanya saja pada waktu itu aku belum bisa menyantapnya rutin setiap minggu sekali, apalagi tiap hari. Saat itu mie instan adalah makanan yang mewah untukku. Tatkala sedang menyantap mie instan it’s so dilicious and luxurious.
Karena kecintaanku pada mie instan, waktu aku duduk di kelas dua sekolah dasar harus rela bersembunyi-sembunyi makan mie instan tiap hari. Kulakukan segala upaya yang sebenarnya sangat keliru. Dari menyembunyikan uang orang tua sampai mengambil tanpa izin. Beruntunglah hal itu tidak berlangsung lama hanya sekitar 2 minggu.wkakakakak jangan pada niru ya...!!!!
Nya...maapin Aku yaH...He3
Sebelum semua sempat diketahui orang tuaku, akhirya sadarlah diriku bahwa hal yang kulakukan sangat tidak patut kulakukan. Sampai kapanpun hal itu akan selalu terngiang dalam benakku. Takkan pernah terjadi lagi hal seperti itu. Tak akan!!!!
Lain halnya dengan saat ini. Ya saat aku mulai remaja. Bisa dibilang mie instan adalah belahan perjalanan hidupku. Itu semua berawal saat aku masuk keanggotaan pencintaalam di sekolahku.
Bermalam ditempat yang jauh dari rumah dan berpetualang bersama tim di tengah hutan rimba. Berakar dari ilmu survival yang aku dapatkan mengenai memasak praktis di alam terbuka. Yaitu cukup dengan kaleng bekas soft drink yang dipotong sebagai kompornya, lilin yang diresapkan pada sebatang kapur tulis sebagai bahan bakar dan korek sebagai sumber apinya. Tidak lupa sebuah rantang alumunium berisi setengah air, lalu masukan mie instannya. Mudah, praktis, higienis, sehat dan yang jelas menghilangkan lapar serta dahaga.

Setiap kali aku melakukan kegiatan di alam terbuka pasti mie instan tak pernah luput menjadi bagian packing-ku. Kendati mudah ditata dan ringan, mie instan tidak menuntutku bersibuk-sibuk ria memasak di alam terbuka. Terlebih lagi jika dalam keadaan yang mengharuskanku bergerak cepat.

Pernah pada suatu hari dimana hari itu merupakan kali pertama pendakianku tepatnya di Gunung Sindoro (3153 mdpl). Tengah hari, kami baru sampai pos 3. Karena cuaca yang tidak memungkinkan untuk melanjutkan pendakian, akhirnya memaksa kami bermalam di pos 3.
Hari tiba-tiba gelap, angin bertiup kencang, kabut tebal yang membawa titik air menampar-nampar kehangatan tubuhku yang terbungkus 2 jaket tebal. Dinginnya tak pernah kurasakan sebelumnya. Hari itu adalah hari terdingin yang pernah kulewati. Dengan segera hujan disertai badai kecil mulai turun dan belum sempat air hujan memenuhi rantang yang kubiarkan terbuka, hujan telah reda.
Aku sedikit dirudung kegelisahan karena bekal air yang aku bawa kuperkirakan hanya cukup untuk naik-turun tanpa bermalam. Ditambah lagi di Gunung Sindoro tidak ada sumber mata air di puncaknya, serta air hujan yang ku tampung tak seberapa banyaknya. Akan tetapi aku bersyukur karena masih cukuplah kalau hanya untuk memasak mie instan. Merebus sedikit air, masukkan mie instan lalu tambahkan bumbunya, masukan sebutir telur kampung yang dibawa, aduk perlahan dan jadilah hidangan makan sore yang lezat, sehat dan bergizi. Tidak luput dapat pula kurasakan tegukan kuah mie-nya.
Esok paginya sebelum subuh perjalanan dilanjutkan menuju puncak. Hari masih gelap saat teman-teman bersiap melanjutkan pendakian. Karena aku terlambat bangun, jadi aku hanya sempat sarapan roti sebagai supply tenaga untuk hari ini. Walupaun tidak yakin, apa boleh buat?
Sunrise dapat kusaksikan dari atas Puncak Sindoro. Kepuasan dan kegembiraan tak dapat kubendung. Aku ingat betul saat kusempatkan waktu untuk memejamkan mata disana. Disebelah bekas pohon besar dengan kepala disebelah barat laut membayangkan leztnya sarapan dengan mie instan. Terik matahari serasa membakar kulitku, dingin puncak Sindoro seakan menusuk tulangku dengan kejamnya. Batinku berkata ” Betapa aku mm,pu meminum kuah mie instan yang sedang mendidih. Pasti akan terasa sangat hangat dan nikmat.”
Akhirnya setelah sempat mengabadikan momen di Puncak Sindoro (3153 mdpl), waktu tenggang di Puncak Sindoro berakhirlah sudah.
Rombangan terbagi menjadi beberapa kelompok kecil. Aku hanya berdua dengan seorang temanku. Kami menuruni lereng gunung yang amat terjal dan curam. Sedikit saja lalai bisa-bisa tergelincir kerikil lepas yang tidak sedikit jumlahnya. Tapi kami ternyata memang benar-benar belum paham bagaimana harus ekstra hati-hati. Berkali-kali kami tergelincir, namun beruntunglah semua terkendali. Hal yang tak kami ingikan saat kaki kami gemetar karena kehabisan tenaga yang telah terforsir untuk jatuh bangun berkali-kali. Air minum saja tak bisa menghilangkan getaran kaki kami. Entah berapa frekuensi getaran kaki kami saat itu.
”Ayo semangat! Pasti bisa” hanya itu yang dapat kami serukan untuk memberi dukungan satu sama lain.
Akhirnya kami sampai juga ditempat camp dengan tergopoh-gopoh. Setelah meminum beberapa teguk air lalu kami memasak mie instan untuk menggantikan energi yang telah hilang. Kami kembali segar bugar dengan tenaga full. Perjalanan lima kali lipat harus kami arungi agar sampai kebawah dan segera pulang ke rumah. Aneh tapi nyata tak ku rasakan getaran kaki yang sedari tadi kualami dengan temanku karena hanya sarapan roti. Maklum saja mungkin karena tak terbiasa dengan sarapan ala orang kota, begitulah jadinya.
Yang pasti mie instan akan tetap menjadi sahabat setiaku dan kenanganku bersama mie instan belum berakhir saat ini. Selagi udara ini masih bisa kuhirup, selama itu pula kenangan bersama mie instan akan tetap terukir manis dan pahit. Karena tak ada sesuatu pun yang bisa memberikan kenanganmanis pada kita tanpa memberikan kenangan pahitnya.
Kalau tidak ada mie instan bagaimana petualangan hidupku selanjutnya?.

Antara Pencarian Cinta dan Jati Diri

usia remaja adalah usia yang paling terbuka untuk semua hal-hal yang bersangkutan dengan feel.
Cinta terhadap sesama bagi sebagian remaja adalah sebuah kebutuhan mendasar, sebagian menganggap bahwa Cinta adalah sebuah intermezo, Tak urung sebagian remaja menyatakan hal itu sebagai halauan besar yang merintang bagi proses pencarian jati diri.
dikatakan perlu...?
tidak juga.
dikatakan tidak....?
perlu juga.
Seseorang yang pernah berpacaran belum tentu ia lebih mengerti dan dapat memaknai arti cinta yang sesungguhnya.
Antara Cinta dan pencarian jati diri tak mungkin dapat dipisahkan seenaknya.
ada yang menganggap Cinta terhadap sesama adalah bagian dari proses pencarian jati diri.
Apakah makna cinta Yang Sesungguhnya.
Cinta dicari.....
Jati diri dicari.....
tidak.
Cinta mungkin saja dicari, tapi Jati diri harus dibentuk oleh masing-masing individu yang menginginkan jati dirinya terbentuk.