Jumat, 29 November 2013

Masjid Raya Ciromed, Kemegahan yang Tak Terperhatikan

Senandung Adzan isa menggema di langit-langit masjid bergaya klasik modern di atas salah satu bukit Desa Kutamandiri. Berduyun-duyun warga memenuhi panggilan tersebut menuju masjid untuk melaksanakan solat isa dan tarawih berjamaah. Ya, masjid ini bernama Masjid Raya Ciromed yang diresmikan pada 22 April 2002 oleh Bupati Sumedang saat itu. Masjid Raya Ciromed, sebuah masjid modern yang berdiri kokoh menjulang di atas bukit. Berada di Desa Kutamandiri, Kecamatan Tanjungsari, Sumedang. Bangunan dinding yang tebal dan berlantai kayu menambah kesejukan suasana masjid. Masjid yang berada di atas area 1400 meter persegi ini terlihat dari kejauhan sangat megah. Sayang, kondisi dindingnya sudah banyak ditumbuhi lumut dan lantainya sebagian telah copot. Terinspirasi dari sebuah merek mobil mahal, masjid ini kemudian sering disebut sebagai Merci. Hal tersebut dikarenakan penganggapan istimewa terhadap Masjid Raya Ciromed ini. Mengingat masjid ini merupakan titik awal pembersihan nama Ciromed. Dari segi sejarah, masjid ini memiliki nilai lebih bagi warga Ciromed. Hal ini disebabkan kondisi Ciromed pada lima belas tahun silam jauh berbeda dengan kondisinya saat ini. Betapa tidak Ciromed saat itu adalah sebuah daerah yang terkenal dengan lokalisasi ilegal. Namun keberadaan Masjid Ciromed cukup memutar arah pandang masyarakat terhadap Masjid Ciromed. “Kalau orang ke Ciromed sekarang enggak malu,”tutur salah seorang pengurus harian Masjid Ciromed, Ade (33th). Kegeraman masyarakat saat itu terhadap para pelaku prostitusi berujung aksi pembakaran. Warga yang geram terhadap praktek haram tersebut, kemudian membakar bangunan sepanjang Ciromed yang biasa digunakan untuk bisnis asusila tersebut. Untuk membersihkan nama Ciromed, Bupati sumedang saat itu, Misbach mengusulkan pembangunan Masjid Ciromed. Hal tersebut dilakukan Bupati sebagai salah satu bentuk dukungan terhadap masyarakat. Khususnya yang menginginkan Ciromed bersih dari praktek prostitusi. Di samping itu disampaikan oleh Kepala Bagian Sosial Keagamaan pemda Sumedang, Dadang Suparman, hal tersebut merupakan aplikasi visi Sumedang. Yaitu menuju Sumedang yang agamis. “Kebijakan beliau merupakan keberanian untuk mengubah daerah hitam menjadi daerah putih,” ungkap Dadang saat ditemui di Sekda Sumedang (17/7). Pembangunan Masjid Raya Ciromed dimulai sejak tahun 2000. Karena terkendala pendanaan, dua tahun kemudian masjid yang disingkat dengan nama Merci (Mesjid Raya Ciromed) ini baru dapat dirampungkan. Pada tahun yang sama juga diresmikan oleh Bupati Sumedang, Drs. H. Misbach. Sebagai salah satu kebijakan Bupati saat itu, Merci dibangun atas kehendak Pemda. Begitupun dengan pendanaan berdirinya masjid ini yang mencapai angka Rp1,5 Milyar. Demikian halnya dengan operasional masjid yang disokong penuh oleh Pemda, hal ini diakui salah seorang pengurus Merci, Jana. “Kalau dulu di masjid ini punya gaji bulanan, kesejahteraan dijamin. Kalau sekarang ya pengabdian ajah,” kata Jana. Bahkan menurutnya, dulu karyawan di Masjid Raya ciromed mencapai dua belas orang. Seiring berjalannya waktu dan jaminan kesejahteraan yang tidak ada, karyawan memutuskan untuk berhenti. Saat ini hanya ada dua orang pengurus harian yang mengaku tetap bertahan karena faktor pengabdian semata. Sementara itu, banyak jamaah Masjid Raya ciromed yang mengeluhkan kondisi fisiknya. Masjid yang berdiri megah sekalipun bila tidak mendapatkan perawatan yang memadai akan hilang kemegahannya. Demikian halnya dengan Masjid raya Ciromed apabila kondisinya tidak diperhatikan. “Lantainya yang dari kayu sudah pada copot, belum ada perhatian pemerintah,”keluh salah satu jamaah Masjid Raya Ciromed, Eka Amelia. Serupa dengan Eka, Asep salah seorang warga setempat juga menyampaikan harapan yang sama. Baginya Masjid Raya Ciromed merupakan aset berharga di Kabupaten Sumedang. Selain karena arsitek bangunannya yang megah, keberadaannya di atas bukit menjadi sebuah daya tarik yang luar biasa pada masjid ini. “Kalau karena masalah minimnya anggaran, bagaimana caranya agar Masjid Raya Ciromed dipelihara langsung oleh pemerintah seperti Pusdai,”kata Asep. Sementara itu, pengurus harian Masjid Raya Ciromed menyampaikan keinginan untuk tetap membuat masjid ini eksis. Terlebih di bulan Ramadhan ini, bulan penuh berkah dan bulan di mana masjid menjadi tempat pelabuhan setiap muslim. Hanya saja, lagi-lagi terkendala masalah pendanaan. Meskipun demikian, Masjid megah yang memerlukan perawatan lebih ini tetap melakukan aktivitas Ramadhan. Hanya saja diakui Ade memang hanya seadanya penyelenggaraannya. Yakni solat tarawih berjamaah dan tadarus Al-quran. “Kegiatan-kegiatan lain udah vakum karena enggak ada biaya, cuma pengajian rutin setiap selasa sore,”ungkap pengurus yang sudah mengabdi dari awal pendirian Merci. Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang, melalui Kepala Bagian Sosial Keagamaan, Dadang Suparman menyatakan bantuan pada masjid hanya berupa hibah. Ia belum dapat memastikan bagaimana kebijakan Bupati terpilih terkait masjid. Hanya saja bantuan tetap diberikan dengan prosedur yang telah ditetapkan. “Bantuan dana berupa hibah itu ada ketentuannya dengan pengajuan proposal,” ungkap Dadang. Sementara menurut pengurus harian, Merci merupakan masjid Pemda yang seharusnya diurus oleh Pemda tanpa harus pengajuan proposal. Dimana kalau lolos verifikasi data, baru dapat diperoleh dananya. “Karena kita ada keterbatasan anggaran, seperti hibah yang tidak boleh diberikan berulang-ulang,”jelas Dadang.

Tidak ada komentar: